Andre & Alika

Jumat, 06 April 2012


“Kamu mau kemana?” lelaki berpenampilan seperti model pakaian Burberry itu menyamakan langkahnya.
            “Aku mau pergi, aku ga tahan disini, aku lelah” perempuan itu tetap melangkahkan kakinya lebih cepat.
            “Aku antar, tunggu dulu aku mau ambil mobil” perempuan itu mebalikkan tubuhnya dan hampir menbarak lelaki itu, dengan tegas perempuan itu menggeleng dan mengatakan, “Ga usah Billy, aku naik taksi aja, aku ga mau ganggu waktumu dengan teman-teman populermu lagi.”
            Perempuan itu melambai untuk memberhentikan taksi yang lewat. Taksi biru itu berhenti di depan perempuan itu, dengan segera perempuan itu masuk ke taksi sebelum lelaki itu menarik tubuhnya lebih keras.
            “Mau kemana mbak?” pertanyaan biasa yang selalu di berikan supir taksi kepada penumpang yang masuk mobil tersebut.
            “Ke Denpasar Pak, nanti kalau sudah di Denpasar saya bilang mau berhenti dimana” Perempuan tersebut masih bingung ingin pergi kemana, yang jelas dia ingin pergi jauh dari tempat  yang dia masuki tadi dan memperbaiki #CeritaHariIni.
Andre, Sabtu 31 Januari 9.00 pm Bookland
            “Huaaaaaahhemm” entah kuap yang keberapa yang aku keluarkan dari jam 6 sore tadi, aku tidak menghitungnya. Kalau seandainya aku menghitungnya mungkin jumlah kuap ku sejumlah tangga naik sampai puncak Borobudur. Sekarang hari Sabtu dan aku mendapat jadwal menjaga Bookland, sebenarnya aku pantang menjaga Bookland hari Sabtu karena Sabtu adalah jadwal aku hangout dengan teman-teman ku. Semenjak menjadi mahasiswa fakultas kedokteran, waktuku untuk bersenang-senang sungguh terbatas. Cuma Sabtu dan Minggu merupakan hari bebas ku, maka dari itu aku aku pantang menjaga Bookland di hari sabtu, aku perlu waktu istirahat. “Kalau aku istirahat ya aku harus istirahat full 24 jam, ga ada acara menjaga ini itu atau melakukan itu.”
            Ini karena adik perempuanku Tita, karena acara ulang tahu sekolahnya (yang juga almamater SMA ku dulu) yang diadakan di The Stones (yang merupakan tempat clubbing yang lagi HIP saat ini) dia tidak mau melewatkannya karena dia tidak pernah pergi ketempat seperti itu, apalagi sekarang dia mempunyai gandengan baru (alias pacar baru). Seandainya dia belum punya pacar, pasti dia merengek-rengek pada ku untuk mengantarnya, aku sih ga keberatan, “Kapan lagi bisa ketempat seperti itu melihat jadwal kuliah dan menjaga Bookland kalau ditotalkan mencapai 17 jam/hari?”
            Bookland memilliki banyak pegawai, tempat ini memiliki konsep toko buku dan cafe, karena lokasinya yang strategis, tempat ini biasa dijadikan tempat nongkrong untuk sekedar ngopi, wifi gratis, dan membaca buku. Kalau pagi sampai siang biasa dipakai orang kantoran untuk ketemu klien. Nuansa tempat ini cukup nyaman dan menarik karena memiliki design terang dan minimalis. Hampir 20 jam aku menghabisi waktu disini sehingga aku bosan dengan tempat ini, walaupun bosan aku mencintai tempat ini karena ini merupakan pemberian terakhir almarhum ibuku untuk aku dan kedua adikku. Mau tidak mau aku harus menjaga tempat ini sebaik mungkin.
            Aku mengambil iPad ku dan mengecek e-mail masuk yang lebih banyak berisi info baru di jurnal kedokteran dan membalas e-mail dari teman-teman lamaku di Kanada. Bosan aku bermain dengan iPad aku mengambil PSP ku dan mulai bermain Winning Eleven, aku ga puas bermain WE melalui PSP yang aku suka bermain dengan layar besar dengan PS3. Seandainya diizinkan oleh Ayahku, aku ingin membawa PS3 ku kemari dan memasangnya di tv LED di Cafe, sebelum aku memberikan ide ini Ayahku pasti sudah protes besar-besaran. Tv LED dipasang untuk memberikan kenyamanan pengunjung Cafe, kalau aku pasang PS3 disana bisa-bisa pengunjung cafe terganggu dengan aku yang sedang main PS3. Memang benar sih alasan ayahku itu. Yah.. mau gimana lagi harus puas dengan iPad dan PS3 ku, kalau sedang mood aku bawa MacBook ku kemari.
            Permainan ku diganggu dengan petugas FeDex yang datang, “Bener-bener deh jasa fedex ini life to deliver, sabtu malam masih ngirim paket apa mereka bisa menunggu hari Senin, aku lagi ga mood mengurus paket buku luar negeri” Masih dengan PSP di tanganku aku melihat box cokelat dengan tulisan Amazon, “Mohon tanda tangannya disini” sambil menunjuk tempat yang harus aku tanda tangani,  petugas itu tersenyum dengan tulisan dan tanda tanganku. Oke aku tahu tulisanku jelek dan cakar ayam, lebih parah dari cakar ayam. Petugas fedex itu pergi sambil mengucapkan terima kasih. Bookland menyediakan jasa untuk memesankan buku di situs luar negeri seperti Amazon dan eBay, jadi orang-orang menggunakan jasa Bookland dikarenakan rumitnya proses berbelanja di situs luar negeri, belum lagi harus transfer melalui dollar, kadang kalau pesanan buku di Eropa harus menggunaka Euro.
            Sambil memperhatikan box cokelat itu, dia memanggil Ahmed untuk membongkar box cokelat itu. Dia terlalu malas untuk membuka box cokelat itu karena mood nya sedang hilang entah kemana, kalau moodnya itu ada dia bisa sendiri untuk membongkar box itu. Mataku melibar ketika melihat siapa masuk ke pintu Bookland, perempuan yang hampir mirip dengan Miranda Kerr ketika di fashion show Victoria Secret, dengan kulit yang kuning langsat namun bersih, matanya yang cokelat bening aku tidak mampu berkata-kata lagi. Dari pakaian nya yang lebih cocok dikenakan di catwalk dari pada di bawa ke Cafe apalagi toko buku seperti ini, apa dia salah alamat atau dia mau tanya alamat? Tapi tunggu dulu wajah itu kenapa terlihat sedih?
Alika, Sabtu 31 Januari 9.30 pm Bookland
            Aku bingung ingin pergi kemana, dirumah pasti kosong kakakku belum pulang. Orang tua ku sedang keluar negeri untuk bulan madu kedua. Aku tidak mau sendiri di rumah yang kosong, walaupun ada pembantu disana. Aku mengitari kota Denpasar dan memutuskan untuk mencari sesuatu yang hangat di Cafe yang nyaman dan terdekat. Aku meremas clutch bag berwarna emas ku untuk menahan tangisan ku yang bisa saja pecah. Tapi aku tidak ingin menangis saat ini, aku ingin bahagia, tertawa, gembira, lepas dari image popular yang sejak kapan bisa melekat di diriku. Apa karena aku anak cheers aku mendapat image seperti itu, aku ikut cheers karena aku suka menari, bukan ingin popular.
            Aku memutuskan untuk pergi ke Bookland, sudah lama aku tidak membaca buku. Hobi ku membaca buku dan menulis apapun itu cerita, artikel, mungkin ide-ide dimasa depan juga kadang aku tulis dan aku simpan dalam kotak khusus. Semenjak mengikuti Cheers aku sudah tidak pernah membawa novel di dalam tasku. Keseharian ku selalu diisi dengan bergosip, latihan cheers, hangout ketempat yang di bilang keren dan sebagainya. Aku sudah muak dengan semua itu, aku tidak butuh Populer, aku butuh menjadi diriku sendiri, aku senang membaca buku, kenapa ketika aku membaca buku mereka menyebut aku geeks. Ada yang salah dengan geeks, mereka bisa lebih hebat dari orang popular di masa depan. Memang malam ini waktu yang tepat ketika aku bilang ingin berhenti menjadi anggota Cheers di depan Meira ketua Cheers sekolah ku. Meira dan anggota cheers yang lain, aku muak dengan mereka apalagi tindakannya malam ini yang benar-benar tidak berprikemanusiaan, pertama dengan mengejek anak-anak klub buku dan sastra yang datang di The Stones malam ini yang mengatakan tempat mereka seharusnya di perpustakaan daerah bukan disana, dan idenya untuk anggota cheers untuk menari dengan pakaian super seksi, Bikini dan rok mini, yang benar saja, menatang-mentang tidak ada guru yang hadir. Berhenti menjadi anggota cheer merupakan ide yang terbaik. Ketika diriku menari bukan jiwaku menari tetapi tubuhku saja dan ketika aku membaca aku jiwaku dan seluruh tubuhku ikut luruh dengan fantasi yang ada dalam kahayalan buku tersebut.
            Sudah lama aku tidak mencium aroma buku yang baru di buka dari segelnya, melihat warna-warni berbeda dari deretan buku yang di atur dalam rak, dan mengelus cover buku yang licin dengan timbulan huruf judulnya. “Aku rindu semua itu” gumamku di depan bookland. Lama aku berdiri di bookland, aku berpikir keras apakah aku harus masuk atau tidak, melihat pakaianku yang cocok dibawa clubbing dari pada ke toko buku dan cafe. Tapi aku harus masuk untuk menenangkan diriku dan melepas kerinduanku membaca buku.
Andre & Alika, Sabtu 31 Januari 9.45 pm Bookland
            Perempuan itu melangkah mantap masuk ke Bookland masih dengan wajah sendunya, ketika dia masuk dan memberikan senyum kecil kepada laki-laki yang sedang menggenggam PSPnya yang sedari tadi memperhatikannya. Perempuan itu bingung harus bagaimana, karena ini baru pertama kali ke Bookland, dia cuma mendengar Bookland dari teman-teman sekelasnya bahwa tempat ini nyaman dan menarik. Perempuan itu berjalan ke meja kasir dan informasi dimana laki-laki yang memperhatikannya dari tadi berada. Sambil tetap tersenyum perempuan itu bertanya, “Selamat malam, saya Alika saya ingin mencari buku, saya ingin bertanya apa buku terbaru minggu ini?” Lelaki itu terdiam lama antara kagum dan heran mungkin melhat perempuan secantik itu bisa ada dihadapannya malam ini. Lelaki itu tersadar ketika seorang pagawainya menyenggol lengannya.
            Pegawai tersebut menyarankan untuk melihat di laci kaca “new release book in this week” dan menyarankan untuk membuka saja pintu kaca lemari tersebut jika ingin membacanya. Perempuan tersebut tersenyum dan bersyukur hari ini tidak terlalu ramai dibagain toko buku tidak seperti di bagian cafe yang terlihat makin ramai padahal malam sudah semakin larut. Lelaki itu tiba-tiba berbicara, “Saya Andre salah satu pemilik Bookland, apa perlu saya bantu mencarikan buku yang kamu mau?” Pegawai lelaki tersebut sedikit bingung melihat tingkah lelaki yang merupakan bosnya itu. Pegawai itu lebih baik menyingkir dan memberikan waktu lebih kepada bosnya untuk mulai mengenal perempuan bermata indah tersebut.
            Lelaki itu mengantar perempuan itu ke depan lemari kaca tempat dipajangnya buku-buku baru tersebut. Perempuan itu memberikan senyum terima kasih kaepada laki-laki tersebut yang dibalas dengan senyum canggung dari lelaki tersebut. “Kamu mencari buku seperti apa Alika?” pertanyaan pertama yang keluar dari bibir manis lelaki tersebut untuk mengusir rasa canggung yang tiba-tiba datang pada dirinya. “Hmmm.. aku juga bingung ingin mencari buku apa, aku sudah lama ga baca buku, aku kangen membaca buku-buku” Lelaki itu menganggukkan kepalanya, karena bibirnya sepertinya susah untuk mengatakn kata “oooooo...” Perempuan itu tersenyum dan mengambil salah satu buku karangan Primadonna Angela yang terbaru “How’s To Be a Writer” dia tertarik melihat cover manis berwarna cream dengan ilustrasi perrempuan sedang berpikir untuk menulis dan tumpukan buku dan secangkir kopi. Dia membaca teaser di belakang buku tersebut, perempuan itu bergumam ini merupakan penggabunga sebuah cerita dan teknik-teknik menulis sebuah cerita. Perempuan itu terlihat senang dan gembira bisa menemukan buku itu. Lelaki itu terasa tentram melihat ekspresi perempuan itu seperti melihat oase di gurun pasir walaupun itu cuma fatamorgana.
            “Sepertinya saya ingin membeli buku ini” Lelaki itu tersadar dari lamunannya tentang perempuan itu. “ohh.. oke, mau cari buku yang lain atau hanya ini saja, aku bisa membantu mu untuk mencarikan buku-buku yang bagus lainnya” Lelaki itu berharap perempuan itu setuju akan pilihannya, tetapi dewi fortuna sepertinya belum tertuju kepadanya, lelaki tersebut tampak kecewa. Perempuan itu tersenyum dan menggelengkan kepalanya, “aku cari satu saja, karena aku hari ini tidak membawa uang banyak, dan sepertinya jam 11 malam toko ini akan tutup, aku butuh waktu berjam-jam untuk mencari buku, bukan karena aku tidak tahu buku apa yang ingin aku cari tetapi aku suka melihat buku yang berderetan di rak, aku ga bosan melihatnya.” Lelaki itu tampak terkejut dengan yang diutarakan oleh perempuan cantik itu. “Perempuan ini jujur” gumam lelaki tersebut dan dia tampak penasaran dengan perempuan ini.
            “Kamu ada acara hari ini? Aku liaht dari pakaianmu sepertinya kamu baru pulang pesta mungkin” perempuan itu tertawa, “iya aku habis datang dari pesta yang tidak aku sukai” gumam perempuan itu tetapi perempuan itu cuma mengatakan “ iya pesta ulang tahun SMA ku di The Stones, aku lebih baik pulang cepat karena aku tidak suka dengan tempat seperti itu. Lelaki itu lagi tidak percaya dengan apa yang dikatakan perempuan itu dan membuat lelaki ini tambah penasaran dengan perempuan ini. Dengan seluruh keberaniannya lelaki itu bilang “Kamu teman adikku Tita ya? Atau kakak kelas mungkin”, perempuan itu menoleh dan berkata “Iya aku teman Tita, tapi beda kelas, kamu kakaknya ya?”, lelaki itu mengangguk dan berkata, “apa kamu ga keberatan untuk mengobrol denganku, aku traktir teh atau kopi di cafe ini dan kue, kamu bisa pilih apa saja, karena semua nya enak-enak” perempuan itu tampak berpikir dengan ajakan lelaki itu, dan mengangguk dengan antusias. Tetapi ketika melihat keramaian di cafe tersebut terlihat keengganan di wajah perempuan itu. Melihat hal tersebut lelaki itu memberi tahu kalau mereka akan minum di dalam toko buku di kursi dan meja yang disediakan toko buku bagi pungunjung toko buku yang lelah dan orang-orang yang menemani pasangannya mencari buku. Lelaki dan perempuan itu terlibat obrolan yang seru dan panjang sehingga mereka lupa waktu, ini merupakan awal kisah dari lelaki dan perempuan itu.